Langsung ke konten utama

Anak dan Cucu Buruh Tani di Sukabumi Tidak Mau Sekolah karena Difabel

  • 0
PUBLISHER STORY 

Anak dan Cucu Buruh Tani di Sukabumi Tidak Mau Sekolah karena Difabel

Anak dan Cucu Buruh Tani di Sukabumi Tidak Mau Sekolah karena Difabel


SUKABUMIUPDATE.com - Emen (58 tahun) dan Engkar (51 tahun). Pasangan Buruh Tani asal Kampung Cibinong, Desa Ciguha, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi hidup dibawah garis kemiskinan. Mereka tinggal bersama anak bungsu dan cucu yang berhenti sekolah karena malu dengan keterbatasan fisik.
Anak bungsu Emen dan Engkar, Sri Imas Tanti (16 tahun), kondisinya tuna rungu dan tuna wicara. Badannya tak tumbuh seperti anak sebaya. Sudah remaja, tinggi badan Sri masih sepantar anak usia enam tahun.
"Dulu sempat sekolah, namun cuma sampai kelas lima SD. Katanya malu sama teman," kata Emen ditemui sukabumiupdate.com di rumahnya belum lama ini.
Anak bungsu dari tiga bersaudara ini, hanya bisa berdiam di rumah. Karena keterbatasan fisik, Ia tak bisa banyak membantu aktivitas orang tuanya.
Sementara dua cucu yang tinggal bersama Emen dan Engkar yakni Arya Gustiansyah (12 tahun), serta Zahra Putri Zulianti (6 tahun). Mereka terpaksa tinggal bersama nenek dan kakek, setelah ibunya yakni Susanti, meninggal enam tahun lalu karena penyakit TBC.
Nasib Arya tak jauh berbeda dengan Sri Imas Tanti. Kondisi tubuh yang tak sempurna sejak lahir, membuat Arya tak pede bergaul dengan teman di sekolah. Siswa kelas 5 SD tersebut kini sudah malas-malasan bersekolah, malu dengan kondisi tubuhnya yang hanya punya satu kaki.
"Pengennya ada yang bantu kasih kaki palsu, biar Arya enggak malas lagi sekolah," tutur Emen.
"Kalau biaya sekolah Arya dan Zahra dibantu pemerintah. Zahra sekarang masih Paud, Alhamdulillah punya prestasi yang menonjol dibanding teman-temannya yang lain. Tahun ini akan melanjutkan sekolah ke tingkat SD," tambah Emen.
Di usianya yang sudah lebih dari setengah abad, pasangan buruh tani miskin ini tak punya banyak pilihan. Mereka masih harus bekerja, meski hasilnya pas-pasan.
Kehidupan Emen dan keluarganya sangat memprihatinkan. Mereka tinggal di rumah panggung berukuran sekitar 6x7 meter. Kondisinya tidak layak huni, berada di area tebing rawan longsor.
Meski Engkar sudah membantu penghasilan keluarga dengan berjualan beras atau telor ayam keliling kampung, namun tetap hasilnya tak seberapa. Telor yang dijual didapat dari peternakan milik tetangga.
"Kalau untuk kebutuhan sehari-hari kadang ngutang ke warung," tutur Emen.
"Terkadang anak dan cucu saya tidak diberi bekal, karena memang enggak ada uang," tutur Emen.
Menurut Emen, ayah dari Zahra dan Ariya selama ini hanya membiayai seperlunya saja. Jarang mengunjungi anak-anaknya.
"Semoga ada rejekinya, mudah-mudahan selama saya mampu berusaha anak dan cucu akan saya didik dan besarkan," ungkap Emen sambil berkaca-kaca.

SukabumiNewsJawa BaratDifabel

presentation
500
Baca Lainnya
4 Anggota TNI/Polri yang Kerja Sambilan demi Tambah Penghasilan Halal

 0 0
Investasi di Probolinggo Terganjal RTRW

 0 0
Survei 5 Besar Pilpres: Jokowi, Prabowo, Gatot, TGB, dan Anies

 0 0
Kopilot Mabuk, Pesawat TAP Air Gagal Berangkat dari Jerman ke Portugal

 1 0
Pertarungan Sengit Gus Ipul vs Khofifah di Jawa Timur

 2 0
Hesti Sutrisno, Muslimah Bercadar yang Rela Lapar demi 11 Anjingnya

 0 0
Membandingkan Kemewahan Gaya Hidup Bos Abu Tours vs First Travel

 0 0
RESEPSI PERNIKAHAN ANDRI VLYKOSGRC

 1 1
Bayi yang Dianiaya Ibu Kandungnya di Karawang Meninggal Dunia

 2 4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH IMPLEMENTASI STRATEGI

Pertempuran Permulaan

PROSES PRODUKSI DEPARTEMENT SPINNING IV