Habib Ali Assegaf: Kita Harus Berterima Kasih kepada Mbah Hasyim
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Suara Nahdlatul Ulama
Habib Ali Assegaf: Kita Harus Berterima Kasih kepada Mbah Hasyim
Sabtu, 22 Oktober 2016 15:38Nasional
Jakarta, NU Online
Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf menegaskan tentang pentingnya nikmat rasa aman yang dimiliki bangsa Indonesia. Menurutnya, betapapun makmurnya hidup seseorang, tanpa rasa aman hal tersebut akan sia-sia. Karena itu, penting bagi bangsa Indonesia untuk mensyukuri anugerah luar biasa ini.
“Kita harus berterima kasih kepada orang pertama yang memberikan kita rasa aman, yaitu KH Hasyim Asy’ari,” katanya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Habib Ali berbicara dalam konteks kisah perjuangan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam menghadapi suasana genting sekitar dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 di Surabaya. Melalui fatwa Resolusi Jihad, pendiri Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat para santri dan arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah yang hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia.
Soal agenda pembacaan shalawat Nariyah yang digagas PBNU, Habib Ali yang merupakan pemimpin Majelis Ta’lim wal Mudzakarah al-Afaf ini mengaku mendukung penuh. Ia juga menjelaskan tentang sejumlah keutamaan dan manfaat membaca shalawat, mulai dari menghilangkan kesusahan sampai mendapatkan husnul khatimah.
Malam itu hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Mahfudz Asirun dalam sambutannya menyatakan bahwa penetapan Hari Santri Nasional menjadi wujud perhatian pemerintah sejarah perjuangan para santri. Menurutnya, santri bermakna lebih luas dari sekadar orang yang tinggal di pesantren. Siapa pun yang memiliki semangat mendalami ilmu yang tinggi, pelopor kebaikan, berakhlakul karimah, dan bertindak untuk mencapai ridha Allah, baginya adalah seorang santri.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf menegaskan tentang pentingnya nikmat rasa aman yang dimiliki bangsa Indonesia. Menurutnya, betapapun makmurnya hidup seseorang, tanpa rasa aman hal tersebut akan sia-sia. Karena itu, penting bagi bangsa Indonesia untuk mensyukuri anugerah luar biasa ini.
“Kita harus berterima kasih kepada orang pertama yang memberikan kita rasa aman, yaitu KH Hasyim Asy’ari,” katanya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Habib Ali berbicara dalam konteks kisah perjuangan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam menghadapi suasana genting sekitar dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 di Surabaya. Melalui fatwa Resolusi Jihad, pendiri Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat para santri dan arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah yang hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia.
Soal agenda pembacaan shalawat Nariyah yang digagas PBNU, Habib Ali yang merupakan pemimpin Majelis Ta’lim wal Mudzakarah al-Afaf ini mengaku mendukung penuh. Ia juga menjelaskan tentang sejumlah keutamaan dan manfaat membaca shalawat, mulai dari menghilangkan kesusahan sampai mendapatkan husnul khatimah.
Malam itu hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Mahfudz Asirun dalam sambutannya menyatakan bahwa penetapan Hari Santri Nasional menjadi wujud perhatian pemerintah sejarah perjuangan para santri. Menurutnya, santri bermakna lebih luas dari sekadar orang yang tinggal di pesantren. Siapa pun yang memiliki semangat mendalami ilmu yang tinggi, pelopor kebaikan, berakhlakul karimah, dan bertindak untuk mencapai ridha Allah, baginya adalah seorang santri.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
Jakarta, NU Online
Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf menegaskan tentang pentingnya nikmat rasa aman yang dimiliki bangsa Indonesia. Menurutnya, betapapun makmurnya hidup seseorang, tanpa rasa aman hal tersebut akan sia-sia. Karena itu, penting bagi bangsa Indonesia untuk mensyukuri anugerah luar biasa ini.
“Kita harus berterima kasih kepada orang pertama yang memberikan kita rasa aman, yaitu KH Hasyim Asy’ari,” katanya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Habib Ali berbicara dalam konteks kisah perjuangan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam menghadapi suasana genting sekitar dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 di Surabaya. Melalui fatwa Resolusi Jihad, pendiri Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat para santri dan arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah yang hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia.
Soal agenda pembacaan shalawat Nariyah yang digagas PBNU, Habib Ali yang merupakan pemimpin Majelis Ta’lim wal Mudzakarah al-Afaf ini mengaku mendukung penuh. Ia juga menjelaskan tentang sejumlah keutamaan dan manfaat membaca shalawat, mulai dari menghilangkan kesusahan sampai mendapatkan husnul khatimah.
Malam itu hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Mahfudz Asirun dalam sambutannya menyatakan bahwa penetapan Hari Santri Nasional menjadi wujud perhatian pemerintah sejarah perjuangan para santri. Menurutnya, santri bermakna lebih luas dari sekadar orang yang tinggal di pesantren. Siapa pun yang memiliki semangat mendalami ilmu yang tinggi, pelopor kebaikan, berakhlakul karimah, dan bertindak untuk mencapai ridha Allah, baginya adalah seorang santri.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf menegaskan tentang pentingnya nikmat rasa aman yang dimiliki bangsa Indonesia. Menurutnya, betapapun makmurnya hidup seseorang, tanpa rasa aman hal tersebut akan sia-sia. Karena itu, penting bagi bangsa Indonesia untuk mensyukuri anugerah luar biasa ini.
“Kita harus berterima kasih kepada orang pertama yang memberikan kita rasa aman, yaitu KH Hasyim Asy’ari,” katanya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Habib Ali berbicara dalam konteks kisah perjuangan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam menghadapi suasana genting sekitar dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 di Surabaya. Melalui fatwa Resolusi Jihad, pendiri Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat para santri dan arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah yang hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia.
Soal agenda pembacaan shalawat Nariyah yang digagas PBNU, Habib Ali yang merupakan pemimpin Majelis Ta’lim wal Mudzakarah al-Afaf ini mengaku mendukung penuh. Ia juga menjelaskan tentang sejumlah keutamaan dan manfaat membaca shalawat, mulai dari menghilangkan kesusahan sampai mendapatkan husnul khatimah.
Malam itu hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Mahfudz Asirun dalam sambutannya menyatakan bahwa penetapan Hari Santri Nasional menjadi wujud perhatian pemerintah sejarah perjuangan para santri. Menurutnya, santri bermakna lebih luas dari sekadar orang yang tinggal di pesantren. Siapa pun yang memiliki semangat mendalami ilmu yang tinggi, pelopor kebaikan, berakhlakul karimah, dan bertindak untuk mencapai ridha Allah, baginya adalah seorang santri.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
Jakarta, NU Online
Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf menegaskan tentang pentingnya nikmat rasa aman yang dimiliki bangsa Indonesia. Menurutnya, betapapun makmurnya hidup seseorang, tanpa rasa aman hal tersebut akan sia-sia. Karena itu, penting bagi bangsa Indonesia untuk mensyukuri anugerah luar biasa ini.
“Kita harus berterima kasih kepada orang pertama yang memberikan kita rasa aman, yaitu KH Hasyim Asy’ari,” katanya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Habib Ali berbicara dalam konteks kisah perjuangan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam menghadapi suasana genting sekitar dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 di Surabaya. Melalui fatwa Resolusi Jihad, pendiri Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat para santri dan arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah yang hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia.
Soal agenda pembacaan shalawat Nariyah yang digagas PBNU, Habib Ali yang merupakan pemimpin Majelis Ta’lim wal Mudzakarah al-Afaf ini mengaku mendukung penuh. Ia juga menjelaskan tentang sejumlah keutamaan dan manfaat membaca shalawat, mulai dari menghilangkan kesusahan sampai mendapatkan husnul khatimah.
Malam itu hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Mahfudz Asirun dalam sambutannya menyatakan bahwa penetapan Hari Santri Nasional menjadi wujud perhatian pemerintah sejarah perjuangan para santri. Menurutnya, santri bermakna lebih luas dari sekadar orang yang tinggal di pesantren. Siapa pun yang memiliki semangat mendalami ilmu yang tinggi, pelopor kebaikan, berakhlakul karimah, dan bertindak untuk mencapai ridha Allah, baginya adalah seorang santri.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf menegaskan tentang pentingnya nikmat rasa aman yang dimiliki bangsa Indonesia. Menurutnya, betapapun makmurnya hidup seseorang, tanpa rasa aman hal tersebut akan sia-sia. Karena itu, penting bagi bangsa Indonesia untuk mensyukuri anugerah luar biasa ini.
“Kita harus berterima kasih kepada orang pertama yang memberikan kita rasa aman, yaitu KH Hasyim Asy’ari,” katanya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Habib Ali berbicara dalam konteks kisah perjuangan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam menghadapi suasana genting sekitar dua bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 di Surabaya. Melalui fatwa Resolusi Jihad, pendiri Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat para santri dan arek-arek Surabaya untuk melawan penjajah yang hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia.
Soal agenda pembacaan shalawat Nariyah yang digagas PBNU, Habib Ali yang merupakan pemimpin Majelis Ta’lim wal Mudzakarah al-Afaf ini mengaku mendukung penuh. Ia juga menjelaskan tentang sejumlah keutamaan dan manfaat membaca shalawat, mulai dari menghilangkan kesusahan sampai mendapatkan husnul khatimah.
Malam itu hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Mahfudz Asirun dalam sambutannya menyatakan bahwa penetapan Hari Santri Nasional menjadi wujud perhatian pemerintah sejarah perjuangan para santri. Menurutnya, santri bermakna lebih luas dari sekadar orang yang tinggal di pesantren. Siapa pun yang memiliki semangat mendalami ilmu yang tinggi, pelopor kebaikan, berakhlakul karimah, dan bertindak untuk mencapai ridha Allah, baginya adalah seorang santri.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
- 1Ini Lafal Niat Puasa Rajab
- 2PBNU: Awal Rajab 1439 Jatuh pada Senin 19 Maret 2018
- 3Terungkap! Cadar Hanya Perintah Khusus untuk Para Istri Nabi
- 4Doa Syekh Abdul Qadir al-Jilani pada Malam Satu Rajab
- 5Cucu Syekh Abdul Qadir Jailani Bangga dengan NU dan Banser
- 6Ketika Habib Luthfi dan Habib Quraish Shihab Satu Panggung
- 7Hukum Anal Seks dalam Islam
- 8Ketentuan Waktu Puasa Rajab
- 9Habib Luthfi Jelaskan Cara Mengenal dan Dikenal Allah
- 10Perempuan di Zaman Nabi Bercadar atau Tidak? Baca Kitab Ini
© 2015 NU Online. All rights reserved. Nahdlatul Ulama
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar