Putin, Xi Jinping, dan Erdogan: Menghadapi Masa Depan Penuh Badai
Jadilah bagian dari Kolomnis detikcom
Kirimkan tulisan Anda seputar opini, gagasan, sudut pandang, dan peristiwa yang terjadi disekitar Anda. Dapatkan poin dan dapatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari Kolomnis detikcom.
Senin 19 Maret 2018, 14:30 WIB
Kolom
Putin, Xi Jinping, dan Erdogan: Menghadapi Masa Depan Penuh Badai

Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin kembali membukukan kemenangan telak dalam pemilihan presiden Rusia, Ahad (18/3). Ia menangguk suara 73 persen. Ini berarti pria kelahiran St. Petersburg pada 1952 ini, yang telah memimpin Rusia sejak 2000, akan terus memegang tampuk kepemimpinan Negeri Beruang Merah hingga 2024. Pada waktu itu, ia akan berusia 72 tahun. Kemenangan telak ini akan menggenapkan masa kepemimpinan Putin selama hampir seperempat abad. Kemenangan itu diraih justru di tengah berbagai upaya Barat menjegalnya, terutama karena ia dituduh mengintervensi Pilpres Amerika Serikat dan mengantar Donald Trump menjadi presiden.
Dengan jalan yang hampir sama, Xi Jinping sebelumnya juga terpilih sebagai Presiden China untuk periode kedua 2018-2023. Kali ini dengan bumbu lain yang lebih sedap, karena bersamaan dengan itu, Kongres Partai Komunis China telah menghapus pembatasan dua periode bagi presiden. Ini berarti Xi Jinping akan memimpin tanpa batas waktu, termasuk sampai seumur hidup.
Sebelumnya, pada Oktober 2017, Kongres Partai Komunis China telah memasukkan pemikiran Xi Jinping ke dalam konstitusi mereka. Pemikiran yang diberi titel Xi Jinping Thought on Socialism with Chinese characteristics for a New Era itu telah menempatkan Xi Jinping sebagai pemimpin legendaris setelah Mao Zedong dan Deng Xiaoping dalam sejarah modern China.
Kini, semua kekuasaan bertumpu di tangannya: ia adalah Sekretaris Jendral Partai Komunis China, Presiden Republik Rakyat China, dan Ketua Komisi Pusat Militer China. Xi Jinping yang lahir pada 1953 adalah presiden pertama China yang lahir setelah Perang Dunia II. Berkuasa sejak 2013, ia diperkirakan akan memimpin China hingga 2033, atau sekitar 20 tahun. Kalau itu terjadi, Xi Jinping akan turun tahta saat ia berusia 80 tahun.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan punya jalan cerita yang hampir sama. Menjadi perdana menteri dalam sistem parlementer sejak 2003 selama dua periode, Erdogan berlanjut menjadi presiden Turki untuk periode 2014-2019. Referendum 2017 lalu telah mengubah konstitusi Turki dari sistem parlementer menjadi presidensial. Penerapan konstitusi baru itu akan dimulai pada Pilpres 2019 mendatang. Ini berarti Erdogan berhak menjadi presiden Turki selama dua periode mendatang atau hingga 2029. Jika itu terjadi, Erdogan (lahir 1954) akan memimpin Turki selama 26 tahun dan turun tahta saat ia berusia 75 tahun.
Itu tiga cerita kepemimpinan fenomenal yang mengisi sejarah politik dunia kontemporer. Dengan mengecualikan China, pemilihan pemimpin tersebut berjalan dalam koridor demokrasi. Pilihan rakyat mempertahankan pemimpin dalam waktu lama adalah pertanda bahwa para pemimpin tersebut memang membawa perubahan besar dalam kehidupan mereka. Ada kesadaran kolektif dalam benak elite dan publik bahwa perubahan-perubahan besar membutuhkan waktu lebih panjang, dan pemimpin yang membawa narasi perubahan itu memang pantas diberi kesempatan.
Sistem Global Baru
Jika ditelurusi lebih jauh, fenomena itu sebenarnya merupakan respons terhadap turbulensi geopolitik global setelah krisis ekonomi dunia 2008. Kini, satu dekade setelah krisis itu, dunia memasuki transisi panjang dalam pencarian keseimbangan baru atau bahkan sistem global baru.
Krisis ekonomi 2008 memukul jantung kapitalisme, pasar bebas, dan secara khusus meruntuhkan kepercayaan kepada sistem keuangan global. Satu per satu raksasa keuangan Amerika tumbang, mulai dari Bear Sterns, Lehman Brothers, hingga AIG. Masalah merembet ke beberapa negara Eropa yaitu Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Siprus. Bersamaan itu, mulai timbul krisis gelombang pengungsi ke Eropa. Lebih dari itu, krisis ekonomi itu selanjutnya memukul jantung saudara kembar pasar bebas dalam politik, yaitu demokrasi liberal.
Bagi kebanyakan pemikir strategis dunia, krisis itu merupakan ledakan besar dari akumulasi "kontradiksi sistemik" yang menandai berakhirnya kapitalisme liberal dan kepemimpinan Amerika Serikat. Tatatan Dunia Baru (New World Order) yang dideklarasikan Presiden George Bush Senior pada 1991 menyusul runtuhnya komunisme di bawah Uni Soviet, dianggap kehilangan relevansi karena tidak lagi mampu menjawab krisis yang terjadi. AS dan Eropa yang pada era Perang Dingin hingga dekade 1990-an menguasai 80% ekonomi dunia, kini hanya menguasai 40% saja. Kue ekonomi mereka makin kecil. Finansialisasi ekonomi atau penggelembungan sektor keuangan sejak dekade 1970-an telah mematikan sektor riil dan menggerus kelas menengah pekerja serta memperbesar kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.
Itu menyebabkan terjadinya "pembelahan" yang dalam di kalangan elite AS dan Eropa karena tidak ada jawaban yang sama terhadap krisis. Pembelahan itu bahkan tak lagi bisa ditutup-tutupi dalam percaturan politik. Eksistensi Uni Eropa bahkan terancam setelah Inggris memilih check outpada 2016 lalu. Peristiwa besar itu lalu disusul dengan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden, yang jelas-jelas datang dari luar lingkaran utama elite Amerika.
Brexit dan Trump memberi dorongan kencang bagi kelompok ultranasionalis Kanan Jauh (Far Right) menghadapi kelompok neoliberal. Pada dua pilar utama ideologi neoliberal Eropa, yaitu Jerman dan Prancis, kita menyaksikan hasil yang pemilu yang berbeda pada 2017 lalu.
Di Jerman, Angela Merkel menang untuk keempat kali namun perolehan partainya, Partai Uni Kristen Demokratik (CDU) yang berhaluan liberal-konservatif, merosot drastis. Pada pemilu tersebut pula untuk pertama kalinya partai ultranasionalis Alternative fΓΌr Deutschland (AfD) masuk parlemen dan langsung merangsek dengan perolehan suara ketiga terbesar.
Di Prancis, di tengah ketegangan ekonomi dan politik, Emmanuel Macron dari partai baru La RΓ©publique En Marche! yang berideologi liberalisme-sentris menang telak dan berhasil menghalau populisme dan ultranasionalisme yang diusung Marine Le Pen bersama partai Front Nasional yang didirikan ayahnya, Jean-Marie Le Pen.
Pada awal 2018, kekuatan ultranasionalis di bawah bendera Five Star Movement memenangkan pemilu Italia. Sebenarnya jauh sebelum itu, tren itu sudah dipelopori oleh Victor Orban dari Partai Fidesz yang berhaluan nasionalis-konservatif dan populis Kanan di Hongaria.
Pembelahan nasionalis versus neoliberal adalah contoh kegamangan strategis menghadapi transisi panjang dalam sistem global setelah krisis besar 2008. Kegamangan di tengah ketidakpastian adalah pertanda awal dari gejala ketidakteraturan global (global disorder) di mana peristiwa-peristiwa besar terjadi tanpa kendali. Arab Spring di pengujung 2010, atau hanya dua tahun setelah krisis 2008 adalah contohnya. Kontra-Arab Spring yang terjadi pada 2013 dengan kudeta atas Mohamed Morsi di Mesir menandai babak baru dalam percaturan geopolitik global, yaitu global chaos.
Kini, di planet kita ada tiga titik konflik besar, yaitu sengketa Krimea-Ukraina di Eropa yang memperseterukan Rusia dengan NATO, konflik Syria di Timur Tengah, dan hotspot Asia Pasifik (Semenanjung Korea dan Laut China Selatan). Di situ semua kekuatan utama dunia-AS, China, Eropa dan Rusia-terlibat langsung. Tensi konflik yang terus memanas menyebabkan setiap insiden kecil bisa memicu perang global setiap saat.
Tantangan Besar
Untuk menghadapi tantangan besar yang oleh para pemikir strategis disebut "stormy future" atau masa depan yang penuh badai itu, para pemimpin itu bertahan. Kekuatan utama mereka terletak pada fakta bahwa mereka menggabungkan horizon pengetahuan yang luas yang terfomulasi dalam narasi besar mereka, serta kemampuan eksekusi yang andal.
Mereka adalah para pemimpin yang efektif dan efektivitas mereka memberi kepastian dalam kehidupan kolektif rakyat. Di tingkatan politik, konsolidasi elite terjaga dan memastikan agenda kenegaraan berjalan lancar. Itu justru keunggulan yang hilang di tengah kegamangan akibat pembelahan yang tajam yang melanda para elite AS dan Eropa.
Anis Matta pengamat politik internasional
(mmu/mmu)
Dengan jalan yang hampir sama, Xi Jinping sebelumnya juga terpilih sebagai Presiden China untuk periode kedua 2018-2023. Kali ini dengan bumbu lain yang lebih sedap, karena bersamaan dengan itu, Kongres Partai Komunis China telah menghapus pembatasan dua periode bagi presiden. Ini berarti Xi Jinping akan memimpin tanpa batas waktu, termasuk sampai seumur hidup.
Sebelumnya, pada Oktober 2017, Kongres Partai Komunis China telah memasukkan pemikiran Xi Jinping ke dalam konstitusi mereka. Pemikiran yang diberi titel Xi Jinping Thought on Socialism with Chinese characteristics for a New Era itu telah menempatkan Xi Jinping sebagai pemimpin legendaris setelah Mao Zedong dan Deng Xiaoping dalam sejarah modern China.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan punya jalan cerita yang hampir sama. Menjadi perdana menteri dalam sistem parlementer sejak 2003 selama dua periode, Erdogan berlanjut menjadi presiden Turki untuk periode 2014-2019. Referendum 2017 lalu telah mengubah konstitusi Turki dari sistem parlementer menjadi presidensial. Penerapan konstitusi baru itu akan dimulai pada Pilpres 2019 mendatang. Ini berarti Erdogan berhak menjadi presiden Turki selama dua periode mendatang atau hingga 2029. Jika itu terjadi, Erdogan (lahir 1954) akan memimpin Turki selama 26 tahun dan turun tahta saat ia berusia 75 tahun.
Itu tiga cerita kepemimpinan fenomenal yang mengisi sejarah politik dunia kontemporer. Dengan mengecualikan China, pemilihan pemimpin tersebut berjalan dalam koridor demokrasi. Pilihan rakyat mempertahankan pemimpin dalam waktu lama adalah pertanda bahwa para pemimpin tersebut memang membawa perubahan besar dalam kehidupan mereka. Ada kesadaran kolektif dalam benak elite dan publik bahwa perubahan-perubahan besar membutuhkan waktu lebih panjang, dan pemimpin yang membawa narasi perubahan itu memang pantas diberi kesempatan.
Sistem Global Baru
Jika ditelurusi lebih jauh, fenomena itu sebenarnya merupakan respons terhadap turbulensi geopolitik global setelah krisis ekonomi dunia 2008. Kini, satu dekade setelah krisis itu, dunia memasuki transisi panjang dalam pencarian keseimbangan baru atau bahkan sistem global baru.
Krisis ekonomi 2008 memukul jantung kapitalisme, pasar bebas, dan secara khusus meruntuhkan kepercayaan kepada sistem keuangan global. Satu per satu raksasa keuangan Amerika tumbang, mulai dari Bear Sterns, Lehman Brothers, hingga AIG. Masalah merembet ke beberapa negara Eropa yaitu Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Siprus. Bersamaan itu, mulai timbul krisis gelombang pengungsi ke Eropa. Lebih dari itu, krisis ekonomi itu selanjutnya memukul jantung saudara kembar pasar bebas dalam politik, yaitu demokrasi liberal.
Bagi kebanyakan pemikir strategis dunia, krisis itu merupakan ledakan besar dari akumulasi "kontradiksi sistemik" yang menandai berakhirnya kapitalisme liberal dan kepemimpinan Amerika Serikat. Tatatan Dunia Baru (New World Order) yang dideklarasikan Presiden George Bush Senior pada 1991 menyusul runtuhnya komunisme di bawah Uni Soviet, dianggap kehilangan relevansi karena tidak lagi mampu menjawab krisis yang terjadi. AS dan Eropa yang pada era Perang Dingin hingga dekade 1990-an menguasai 80% ekonomi dunia, kini hanya menguasai 40% saja. Kue ekonomi mereka makin kecil. Finansialisasi ekonomi atau penggelembungan sektor keuangan sejak dekade 1970-an telah mematikan sektor riil dan menggerus kelas menengah pekerja serta memperbesar kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.
Itu menyebabkan terjadinya "pembelahan" yang dalam di kalangan elite AS dan Eropa karena tidak ada jawaban yang sama terhadap krisis. Pembelahan itu bahkan tak lagi bisa ditutup-tutupi dalam percaturan politik. Eksistensi Uni Eropa bahkan terancam setelah Inggris memilih check outpada 2016 lalu. Peristiwa besar itu lalu disusul dengan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden, yang jelas-jelas datang dari luar lingkaran utama elite Amerika.
Brexit dan Trump memberi dorongan kencang bagi kelompok ultranasionalis Kanan Jauh (Far Right) menghadapi kelompok neoliberal. Pada dua pilar utama ideologi neoliberal Eropa, yaitu Jerman dan Prancis, kita menyaksikan hasil yang pemilu yang berbeda pada 2017 lalu.
Di Jerman, Angela Merkel menang untuk keempat kali namun perolehan partainya, Partai Uni Kristen Demokratik (CDU) yang berhaluan liberal-konservatif, merosot drastis. Pada pemilu tersebut pula untuk pertama kalinya partai ultranasionalis Alternative fΓΌr Deutschland (AfD) masuk parlemen dan langsung merangsek dengan perolehan suara ketiga terbesar.
Di Prancis, di tengah ketegangan ekonomi dan politik, Emmanuel Macron dari partai baru La RΓ©publique En Marche! yang berideologi liberalisme-sentris menang telak dan berhasil menghalau populisme dan ultranasionalisme yang diusung Marine Le Pen bersama partai Front Nasional yang didirikan ayahnya, Jean-Marie Le Pen.
Pada awal 2018, kekuatan ultranasionalis di bawah bendera Five Star Movement memenangkan pemilu Italia. Sebenarnya jauh sebelum itu, tren itu sudah dipelopori oleh Victor Orban dari Partai Fidesz yang berhaluan nasionalis-konservatif dan populis Kanan di Hongaria.
Pembelahan nasionalis versus neoliberal adalah contoh kegamangan strategis menghadapi transisi panjang dalam sistem global setelah krisis besar 2008. Kegamangan di tengah ketidakpastian adalah pertanda awal dari gejala ketidakteraturan global (global disorder) di mana peristiwa-peristiwa besar terjadi tanpa kendali. Arab Spring di pengujung 2010, atau hanya dua tahun setelah krisis 2008 adalah contohnya. Kontra-Arab Spring yang terjadi pada 2013 dengan kudeta atas Mohamed Morsi di Mesir menandai babak baru dalam percaturan geopolitik global, yaitu global chaos.
Kini, di planet kita ada tiga titik konflik besar, yaitu sengketa Krimea-Ukraina di Eropa yang memperseterukan Rusia dengan NATO, konflik Syria di Timur Tengah, dan hotspot Asia Pasifik (Semenanjung Korea dan Laut China Selatan). Di situ semua kekuatan utama dunia-AS, China, Eropa dan Rusia-terlibat langsung. Tensi konflik yang terus memanas menyebabkan setiap insiden kecil bisa memicu perang global setiap saat.
Tantangan Besar
Untuk menghadapi tantangan besar yang oleh para pemikir strategis disebut "stormy future" atau masa depan yang penuh badai itu, para pemimpin itu bertahan. Kekuatan utama mereka terletak pada fakta bahwa mereka menggabungkan horizon pengetahuan yang luas yang terfomulasi dalam narasi besar mereka, serta kemampuan eksekusi yang andal.
Mereka adalah para pemimpin yang efektif dan efektivitas mereka memberi kepastian dalam kehidupan kolektif rakyat. Di tingkatan politik, konsolidasi elite terjaga dan memastikan agenda kenegaraan berjalan lancar. Itu justru keunggulan yang hilang di tengah kegamangan akibat pembelahan yang tajam yang melanda para elite AS dan Eropa.
Anis Matta pengamat politik internasional
(mmu/mmu)
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca detik, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat tulisan kamu sendiri? Klik di sini sekarang!
Baca Juga
Kontak Informasi Detikcom
Redaksi: redaksi[at]detik.com
Media Partner: promosi[at]detik.com
Iklan: sales[at]detik.com
Redaksi: redaksi[at]detik.com
Media Partner: promosi[at]detik.com
Iklan: sales[at]detik.com
News Feed
Pilkada Kian Dekat, Gubernur Jatim Minta Jaga Suasana Kondusif
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:16 WIBMendekati Pilkada serentak, Pemprov Jatiim menggelar Rapat Koordinasi. Dalam rakor ini, Gubernur Jatim mengajak seluruh pihak aktif membuat Pilkada damai.CitraLand Cibubur Launching Ruko Perdana @BoulevardUtama The Avenue1 4 Maret '18
Ruko Sepertiga Harga Pasaran Launching @Ballroom Hotel Ciputra Cibubur, Menangkan Doorprize Smart Tv 65 Inch **PromotedMesra! Mahyudin dan Titiek Soeharto Cipika-cipiki di DPR
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:32 WIBDi tengah panasnya sengketa kursi wakil ketua MPR milik Golkar, Mahyudin dan Titiek Soeharto masih menujukkan keakraban mereka, bahkan mereka cipika-cipiki.Cinta Ditolak, ABG Bangladesh Siram Air Keras ke Pemuda Pujaan
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:32 WIBSeorang remaja putra di Bangladesh mengalami luka parah di wajah usai diserang air keras. Pelaku adalah seorang ABG putri yang cintanya ditolak remaja ini.Motif David Pasang Cincin untuk Drama Sekolah Diduga Khayalan
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 13:44 WIBDavid Timotius Tantosa (25) kerap mendatangi sekolah SMP-nya meski sudah kuliah. Kepada guru-gurunya, David sering bercerita ingin menampilkan pentas drama.Miliki Rumah Idaman Dengan Angsuran Mulai 4,8 Jutaan Perbulan
Citra Gran Cibubur Discount Booking 10 Juta, Free AC sejumlah kamar, Cluster Terdepan. Hubungi Sekarang!PromotedTerungkap, Ini Hasil Uji Labfor Penyebab Kebakaran Matahari Kudus
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:30 WIBPolisi membeberkan hasil uji labfor kebakaran Matahari Departement Store (MDS) sekaligus bangunan Kudus Plasa tersebut.Korban Tewas Truk Rem Blong di Brebes Bertambah Menjadi 6 Orang
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:25 WIBJumlah korban akibat kecelakaan truk di Paguyangan, Brebes, bertambah menjadi 6 orang. Seorang mengalami luka berat dan 7 orang lainnya mengalami luka ringan.Fahri Hamzah: Wajar Saja Amien Rais Ragukan Pemerintah
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:25 WIBFahri Hamzah tak setuju dengan cara Luhut Panjaitan mengancam akan membongkar 'dosa' Amien Rais. Dia juga menyebut wajar Amien meragukan pemerintah.- 20Detik
Teka-teki dan Kriteria Pendamping Prabowo di Pilpres 2019
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:15 WIBWakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon belum bisa membocorkan siapa yang akan mendampingi Prabowo di Pilpres 2019. Tapi, ia memberikan kisi-kisinya saja. Petani & Nelayan Pangandaran Dukung Cawapres, Cak Imin Terharu
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:30 WIBPetani dan nelayan Pangandaran, Jawa Barat, mendeklarasikan mendukung Ketua Umum PKB Cak Imin sebagai cawapres di Pilpres 2019.Sandi Ingin Pasokan Listrik di Kepulauan Seribu Jadi 50 MW
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:28 WIBWagub DKI ingin pasokan listrik di Kepulauan Seribu yang tadinya 9 Mega Watt menjadi 50 Mega Watt.- 20Detik
Astaga! Mobil Otonom Uber Tabrak Pejalan Kaki
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:14 WIBMobil otonom milik Uber yang masih dalam uji coba menabrak seorang wanita yang hendak menyeberang. Korban dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tak tertolong. Sawo Raksasa Ini Punya Bobot 2,7 Kg, Begini Isi Dagingnya
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:07 WIBSiapa sangka, satu buah sawo milik Zaky Arista Kencana Putra (27) bisa memiliki bobot 2,7 kg. Berukuran raksasa jadi kelebihan utama sawo. Ini bentuknya.TKI Dipancung di Arab Saudi, DPR Panggil Menaker
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:25 WIBDPR meminta penjelasan Menaker soal kasus kasus dua TKI yang meninggal di perkebunan sawit Malayasia dan tewas dipancung Arab Saudi.Kakek 75 Tahun yang Nikahi Wanita 25 Tahun Kini Terancam Cerai
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:20 WIBPernikahan kakek Tajuddin dengan gadis cantik Andi Fitriani sempat viral. Lama tak ada kabarnya, kedua pasangan itu kini sedang proses cerai di meja hijau.Pembunuh Marketing WO di Bogor Berniat Merampok Korban
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:23 WIBKedua pelaku menodong korban dengan samurai kecil. Mereka meminta uang Rp 20 juta dari korban.Tentukan Cawapres Jokowi, PDIP Libatkan JK di Tim Pertimbangan
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:19 WIBJK akan dilibatkan untuk memilih sosok Cawapres bagi pendamping Jokowi. Mengapa Jokowi turut dilibatkan?Golkar Ingatkan ke Mahyudin yang Melawan untuk Loyal ke Partai
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:21 WIBSekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus meminta Mahyudin mematuhi aturan partai. "Ya kembali lagi. Kader partai atau bukan, gitu loh?"Demokrat ke Luhut: Jangan Ancam, Lebih Baik Minta Bukti ke Amien
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:17 WIBMenurut Demokrat, lebih baik pemerintah mendesak Amien membeberkan bukti-bukti atas tuduhan Jokowi ngibul soal sertifikat tanah. Jangan mengancam.Lumba-lumba Disembelih di Karangasem, Polisi Panggil Ahli
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:14 WIBPolisi masih menangani kasus lumba-lumba disembelih yang viral lewat postingan di Facebook.Polri Gandeng PPATK Telusuri Aliran Dana Surabaya Black Hat
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:18 WIBKerja sama ini dilakukan untuk mempermudah penyidik untuk mencari tahu sumber dana yang mengalir di rekening kelompok peretas tersebut.Lucunya Anakan Komodo Koleksi Kebun Binatang Surabaya
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:11 WIBKoleksi satwa Kebun Binatang Surabaya kini semakin melimpah, dengan hadirnya 11 anakan Komodo. Kini, jumlah Komodo di Kebun Binatang Surabaya menjadi 76 ekor.Badak Putih Utara Jantan Terakhir di Dunia Mati
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:16 WIBSudan, badak putih utara jantan terakhir di dunia, mati. Kini, hanya tersisa dua ekor badak betina jenis tersebut di dunia.Rem Blong, Truk Kontainer Hantam 3 Motor di Ungaran
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:12 WIBKecelakaan akibat truk kontainer mengalami rem blong terjadi di Jalan Diponegoro, Ungaran. Tiga sepeda motor dihantam truk tersebut.Istana: Eksekusi Pancung Zaini di Saudi Tanpa Pemberitahuan
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:17 WIBJuru Bicara Presiden Johan Budi SP mengatakan Presiden Jokowi sudah berupaya untuk membebaskan Zaini, TKI di Arab Saudi, dari hukuman pancung. Apa upayanya?Aksi Polwan Nyamar PSK dan Nyelinap Bongkar 'Penjual' Gadis
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 13:41 WIBPolres Garut membongkar praktik perdagangan gadis asal Jawa Barat yang 'dijual' ke Bali menjadi pekerja seks komersial (PSK).Golkar dan PDIP: Jokowi Tak Perlu Cuti saat Kampanye Pilpres
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:07 WIBPartai Golkar dan PDI Perjuangan bersepakat Presiden Jokowi tak perlu mengambil cuti saat kampanye. Apalagi presiden merupakan lambang negara.Laporkan Firman Wijaya, SBY Diperiksa di Rumah Mega Kuningan
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 13:59 WIBSBY dimintai keterangan karena melaporkan Firman Jaya, pengacara tersangka kasus korupsi e-KTP Setya Novanto.Ke Banyuwangi, Yuk Makan Siang Tongseng Belut dan Pepes Uling
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 13:36 WIBTak hanya sego tempong dan rujak soto, kabupaten paling ujung timur Pulau Jawa ini memiliki kuliner lain yang diolah dari ikan belut.Bantah Amien Rais, Istana: Bagi-bagi Sertifikat Jokowi Nyata
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:05 WIBPihak Istana Kepresidenan menanggapi tudingan Amien Rais. Istana menegaskan program bagi-bagi sertifikat Jokowi nyata, bukan ngibul.Anies Tak Ingin Buru-buru Umumkan Semua Anggota Tim Gubernur
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:08 WIB"Kita berjalan sesuai kebutuhan saja kok. Nggak usah dikejar-kejar," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal anggota Tim Gubernur.QR Code Diaplikasikan, Orang Asing Lebih Mudah Diawasi
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 13:22 WIBKantor Imigrasi Kelas II Blitar mulai mengenalkan aplikasi QR Code. Dengan aplikasi ini, keberadaan orang asing di Indonesia akan lebih mudah terpantau.Rusia Gagalkan Sidang DK PBB Bahas Pelanggaran HAM di Suriah
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 13:59 WIBRusia menggagalkan sidang yang akan digelar Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk membahas pelanggaran HAM di Suriah. Kenapa?Polisi Tetapkan 5 Tersangka Pemalsuan Data Nasabah Allianz
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:04 WIBPolisi menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan klaim asuransi PT Asuransi Allianz Life Indonesia. Kelimanya dijerat dengan pasal pemalsuan.Senangnya Siswa SD Difabel Diberi Kursi Roda dari Ruben
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:03 WIBBulan Kurnia terlahir dengan kondisi tanpa kedua kaki. Ia menulis di IG membutuhkan kursi roda.Fadli Zon: Prabowo Beri Warning di Pidato 'Indonesia Bubar 2030'
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:01 WIBGerindra mengunggah potongan video Ketum Prabowo Subianto yang menyebut adanya prediksi Indonesia bisa bubar di tahun 2030. Sebuah warning.Cerita di Balik Surat dari Bulan untuk Jokowi
DETIKNEWS | Selasa 20 Maret 2018, 14:02 WIBBocah Bulan menulis surat untuk Presiden Joko Widodo yang berisi harapan mendapatkan kursi roda. Bagaimana cerita di balik surat Bulan yang viral itu?
Pilkada Kian Dekat, Gubernur Jatim Minta Jaga Suasana KondusifSelasa 20 Maret 2018, 14:16 WIB
Mekeng Jadi Ketua, Fraksi Golkar Bakal Rotasi Anggota di DPR?Selasa 20 Maret 2018, 14:34 WIB
Mesra! Mahyudin dan Titiek Soeharto Cipika-cipiki di DPRSelasa 20 Maret 2018, 14:32 WIB
Cinta Ditolak, ABG Bangladesh Siram Air Keras ke Pemuda PujaanSelasa 20 Maret 2018, 14:32 WIB
TULISAN TERPOPULER
Komentar
Posting Komentar